Sunday, November 23, 2008

Prof. Dr. Abdul Hamid Ghazali Diagnosa Krisis Keuangan Global
Atas permintaan ustadz Muhammad Mahdi 'Akif, Mursyid ‘Am Ikhwanul Muslimin kepada saya untuk menulis tema seputar krisis ekonomi global, juga memberikan gambaran fenomena, karakteristik dan besaran krisis, saya mencoba menulis artikel ini.








Saya berharap tulisan ini dapat menutup lubang kekurangan pada kondisi saat ini. Khususnya seputar krisis yang tengah bergejolak, yang saat ini menjadi pusat perhatian banyak kalangan, para penulis, para pakar politik, para ekonom, baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Hal ini dikarenakan dampak dan pengaruhnya di masa kini maupun masa depan bagi negara, umat, maupun masyarakat secara umum.

Kita ketahui, bahwa sistem keuangan perbankkan terhadap ekonomi kontemporer bagaikan hati terhadap tubuh, dan uang sebagai darah yang mengisi hati bank dalam neraca aktivitas tubuh ekonomi. Sistem keuangan perbankkan ini terdiri dari: Bank pusat dan lembaga-lembaga keuangan, yaitu bank-bank, lembaga-lembaga asuransi, dan bursa pasar uang (pasar modal).

Sementara itu, seni perbankkan berdiri pada dua sisi yang berlawanan; kepercayaan (positifisme) atau likuidity dari satu sisi; dan laba atau profit, dari sisi lain. Karenanya Bank sebagai sumber proyek ekonomi menentukan untuk merealisasikan laba bagi para pemegang sahamnya, dan sebagai proyek ekonomi dari jenis khusus menurut karakter aktivitasnya, yaitu berinteraksi dengan “profit” guna menentukan dan menjaga sampai level tertentu dari likuiditas pokok pokoknya, sampai mendapatkan kepercayaan orang-orang yang berinteraksi dengannya, bahwa ia bisa memenuhi permintaan-permintaan mereka dengan membayar kontan (cash) ketika ada permintaan, atau setelah melalui ketentuan proses-proses tertentu.

Oleh karena itu, jika Bank berkonsentrasi pada satu istilah atau sistem dari dua istilah tersebut, maka ia akan kehilangan syarat eksistensinya di pasar keuangan. Sementara jika menggunakannya, maka mengambil sebagian besar dari sumber-sumber keuangan untuk menghadapi istilah kepercayaan, yakni likuiditi, maka sistem ini akan mengarah pada istilah kedua, yaitu keuntungan atau profit.

Dengan demikian proyek ini menjadi tidak menghasilkan keuntungan dan tidak ada alasan untuk eksistensinya. Adapun jika menginvestasikan, maka sumber keuangannya berada pada aspek-aspek yang menguntungkan, yaitu berputar untuk komoditi yang bernilai tinggi kadarnya, seperti surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu lama, seperti saham, cek, pinjaman, kredit, dan semua itu ada pada nilai likuiditi, kemudian selanjutnya kepercayaan.

Dimana mengakibatkan kepercayaan para nasabahnya akan hilang, karena tidak bisa memenuhi permintaan mereka dengan pembayaran tunai. Oleh karena itu, hilanglah alasan mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga keuangan tunai. Untuk itu terlahir sistem keuangan untuk membentuk Bank dengan sejumlah aset-aset yang bisa menjamin likuiditas secara paripurna dengan keuntungan yang sesuai, dan biasanya tidak sampai melebihi kadar dasar yang berjalan antara 30% sampai 40% dari keseluruhan aset Bank.

Mengenai aset yang bernilai likuditi rendah, atau yang berkembang, Bank menentukan untuk membentuknya guna meminimalisir “ancaman-ancaman” yang mengganggu kredit dengan semaksimal mungkin, karenanya simpanan surat-surat berharga menjadi baik dan dipilih para nasabah, para peminjam dengan jeli, sesuai dengan standar yang dikenal dan sesuai permintaan dari petugas bersangkutan. Khususnya yang dapat melahirkan perhatian keuangannya dan harapan ketenangan, bahkan harapan pribadi, selain untuk mengambil jaminan-jaminan, yaitu pegadaian tertutup, jika tidak lebih dari harga pinjaman, untuk kembali padanya jika tidak adanya pelunasan pembayaran dalam sejarah kepemilikannya. Inilah yang disebut dengan para ekonom moneter: manajemen penanggulangan ancaman kredit.

Akhirnya, manajemen kebijaksanaan bank berupaya menjadikan komoditinya riil, yaitu modal yang dibayarkan dan cadangan-cadangan khusus yang memadai untuk menghadapi ancaman-ancaman yang dikandung komoditi “rusak”, yakni yang diragukan atau tidak riil, agar menjadikan komoditi ini berkisar pada porsentase 8% sampai 15% dari jumlah aset “yang berpotensi berbahaya tinggi”.

Diantara tugas utama bank sentral adalah pengawasan dan pembinaan, bahkan dengan memeriksa bahwa bank tunduk pada tuntutan-tuntutan ini, dan bertekad konsekuen untuk menerapkannya dengan sistem-sistem tersebut. Dan kita menamakan dalam istilah dunia perbankkan dengan strategi perbankan, adapun strategi itu adalah:

* Strategi manajemen likuiditas dan keuntungan
* Strategi manajemen bahaya ancaman kredit
* Strategi menjaga modal

Krisis yang sedang dihadapi dunia secara umum saat ini dan dialami Amerika Serikat khususnya, timbul karena tidak adanya keteguhan atau konsekuensi nyata, tidak adanya tanggungjawab, bahkan tanpa bersandar pada tuntutan-tuntutan tersebut dari bank. Dan di antara peremehan tanpa tanggungjawab, bahkan tidak mempunyai atensi yang hampir menjadi kesengajaan telah terjadi sepanjang 6 tahun sampai sekarang dari bank sentral Amerika, yaitu dalam hal melakukan kewajibannya monitoring, pembinaan, dan pemeriksaan.

Oleh karena itu, terjadilah krisis keuangan yang dahsyat, yang melanda di Negara-negara Eropa, Asia Timur, Jepang, Cina, juga negara-negara berkembang, dan berpengaruh pada masa stagnasi ekonomi secara sempurna, sebagaimana pernah terjadi stagnasi besar pada akhir tahun 1820 dan awal tahun 1830 pada abad yang lalu.

Di balik keuntungan yang tinggi dan cepat, lembaga-lembaga keuangan melampaui batas atau berlebihan dalam memberikan kredit/pinjaman dalam jumlah sangat besar untuk individu-individu, tepatnya pada sektor hipotik, gadai harta tak bergerak atau kredit rumah, dengan tanpa mempedulikan kajian-kajian strategis yang memperingatkan mereka tentang hal tersebut, juga tanpa memperhatikan likuiditas dan pengamanan modal.

Semua itu membawa para penghutang tidak mampu melunasi, di saat turunnya harga harta tak bergerak atau KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Oleh karena itu, masyarakat tenggelam dalam hutang, sementara lembaga-lembaga keuangan ada di ujung tanduk kebangkrutan.

Adapun yang mendukung terjadinya fenomena mengagetkan ini di antaranya empat faktor berikut:

Pertama, disebabkan hampir hilangnya pengawasan atau kontrol dari badan pengawas keuangan terhadap aktivitas keuangan, khususnya bahwasanya lebih dari 80 persen dari aktivitas ini terlaksana di luar ketentuan standar. Selain itu tidak tunduk secara resmi pada pengawasan, meskipun badan pengawasan berwenang mengetahui kondisi riilnya.

Kedua, berpusat pada spekulasi perdagangan yang terjadi di wall street yang bergerak tanpa aturan, ikatan, dan rasionalitas, sebagaimana terjadi penyusutan kepercayaan di pasar, dan pada ekonomi.

Ketiga, aktivitas ekonomi bergerak berputar hanya dengan model-model sistem keuangan yang baru diciptakan manusia, yang tentu ditolak oleh ajaran syariat Islam.

Model-model transaksi ini berjalan untuk mengembalikan penjualan kredit KPR, dan kredit-kredit lainnya, yang diragukan dalam bentuk surat-surat berharga.

Maka tersebarlah surat-surat berharga ini, dan tentunya memuat hal-hal berbahaya yang diharamkan syariat Islam, yaitu seorang menjual sesuatu yang tidak dia miliki (tidak riil), dan menjual hutang dengan hutang. Ini merupakan unsur penipuan, yaitu ketidaktahuan yang besar dari pihak yang bertransaksi. Juga sebagiannya bersandar pada prilaku riba yang jelas.

Keempat, berada pada kerusakan sistem tinggi pada banyak lembaga-lembaga ini, yang menjadikannya tidak memperhatikan banyak kaidah perbankkan dengan kuantitas perhatiannya pada level-level angan-angan yang telah diraihnya, misalnya tunjangan direktur Bank Lehman Brothers sampai pada 486 juta dolar pada tahun 2007.

Oleh karenanya, mulailah terjadi kejatuhan, dan mulailah pemerintah campur tangan. Misalnya, pemerintah Amerika memberikan talangan bantuan (bailout) JP Morgan Chase untuk membeli “Bristarnzi” dan membiarkan Lehman Brothers mengumumkan kebangkrutannya karena tidak mampu mengatasinya, juga ikut campur mengambil alih karena kesulitan likuiditas perusahaan besar AS, Freddie Mac, Fannie Mae, Aig, kemudian “Washinton Mutual (WaMu)”, bank simpan pinjam terbesar AS. Selanjutnya kebangkrutan dan upaya pemberian talangan terjadi di negara-negara Eropa Barat, tepatnya Inggris, Prancis, Italia dan Luxemburg.

Sampailah sistem keuangan Amerika di penghujung level kehilangan “kepercayaan”, berjalan ke arah “kebekuan kredit”, maka tidak didapatkan kredit apapun dari bank, dan tidak didapatkan kredit apapun pada proyek atau konsumen.

Oleh karena itu, terjadilah fenomena kerusakan yang hampir menyeluruh pada sumber-sumber keuangan “yang bergerak” pada orientasi-orientasi nyata, yaitu aktivitas ekonomi pada sektor riil, secara khusus. Jika kita tambahkan pada penarikan yang hampir seluruhnya dari konsumen Amerika yang menabung karena takut hilang dananya dan demi menjaga terjadinya krisis di masa depan.

Disinilah mulai terjadi kehancuran besar, bukan hanya di pasar uang, tetapi juga pada pondasi-pondasi utama ekonomi.

Barangkali ini yang mendorong pemerintah Amerika segera menyusun rencana dana talangan (bailout) sampi mencapai 700 miliar US dolar atau sekitar Rp.6.500 triliun. Ini adalah rencana yang menurut pendapat banyak pakar tidak dapat menyelesaikan akar masalah krisis dan sebab sebabnya, tapi berkonfrontasi dengan masalah dan fenomena krisis ini.

Selanjutnya, sangat mungkin tidak terjadi pengaruh yang diharapkan dan diprediksikan. Dan berakhirlah pangkal krisis pada kekacauan pada dasar sistem keuangan, hendaknya mengembalikan kepercayaan pada sistem ini agar membawa tugasnya untuk menentukan penetapan, pengembangan kaidah-kaidah tugas kesatuan bank dan sarana sarana pengawasan, juga introspeksi para penanggungjawab atas krisis ini. Selanjutnya sistemisasi perbankan kembali pada ketentuan:

* Manajemen likuiditas dan keuntungan
* Manajemen penanggulangan ancaman bahaya kredit
* Manajemen pengamanan modal

Tentu disini kita tidak bicara tentang faktor 1 dan faktor 2, tapi kita membicarakan tentang faktor baru secara sempurna. Pasalnya, krisis melampaui seluruh susunan aturan tersebut, yang bertujuan pada perbaikan penggunaan sistem keuangan. Dan semoga pembicaraan Uni Eropa di Paris, Perancis yang terselenggara beberapa hari yang lalu, tepatnya saat dirasa sangat urgen dan mendesak menyelenggarakan konfrensi Internasional untuk membahas perbaikan sistem keuangan dunia.

Tidak diragukan lagi apa yang terlihat pada sistem kapitalis selama minggu-minggu terakhir ini, sebagai bentuk tantangan nyata pada sistemnya, seperti: kebebesan ekonomi/ekonomi liberal, negara bersangkutan tidak bisa ikut campur dalam aktivitas ekonomi lembaga-lembaga keuangan. Adapun yang terjadi sekarang adalah campur tangan yang sangat dalam, sangat jelas, bahkan bukan dari lembaga keuangan pemerintah saja, tetapi dari lembaga legislatif dan eksekutif pemerintah. Master plan untuk menolong krisis diatasnamakan menteri keuangan Amerika, yaitu plan Paulson.

Dalam hal ini, dalam upaya membela sistem ini, terdapat lebih dari 50 ekonom terdidik dengan keras menolak campur tangan ini. Dengan alasan bahwa plan ini ada untuk membantu sistem yang rusak, dan yang menanggung bebannya adalah rakyat sipil Amerika, yang tidak ikut serta atau bukan aktor krisis ini, walaupun semuanya ikut terkena imbas dari krisis ini. Dalam waktu bersamaan, para legislator kesepakatan berpendapat bahwa sistem ini (kapitalis) mampu untuk memperbaiki dirinya sendiri. Meskipun pendapat ini mendapat perdebatan yang besar, dan banyak diragukan.

Salah seorang ekonom Amerika berkomentar, perihal campur tangan pemerintah untuk menjaga aktivitas ekonomi ini, dengan mengatakan, “Selamat datang Anda semua di persatuan pemerintah kapitalis Amerika”.

Sementara itu, pakar ekonomi yang lain berpendapat menolak campur tangan ini dengan mengatakan, “Ini menyebabkan arogansi-arogansi wall street dalam mengotori ekonomi dengan kridit-kredit KPR yang rusak, dan semestinya merekalah yang harus menanggung untuk membersihkannya”.

Akhirnya, apa solusinya, agar kita dapat menghindari dunia dari petaka, krisis global yang besar yang dampaknya tidak bisa tidak masuk ke level-level masyarakat miskin dan negara-negara miskin? Meskipun sulitnya untuk menjawab pertanyaan ini, tapi jawabannya berputar pada beberapa faktor berikut:

* Menghentikan para spekulan
* Meminta pertanggungjawaban para penanggungjawab krisis ini pada sektor keuangan
* Memperketat pengawasan Bank Sentral atas aktivitas keuangan secara umum, dan pada pengucuran kredit khususnya
* Aktifasi pengaturan keuangan dengan tegas dan tajam, khususnya pada hal-hal yang berhubungan dengan manajemen likuiditas dan keuntungan, ancaman bahaya kredit-kredit dan pengamanan modal
* Melanjutkan pengucuran likuditas pada produk-produk ekonomi hingga tidak hancur pondasi-pondasi produktifitas riil.

Akhirnya, tapi bukan terakhir, solusi utama adalah berpikir secara sungguh-sungguh untuk mengkaji penerapan sistem ekonomi Islam yang jauh dari bunga, praktek riba, tapi berdiri dengan bersandar keuntungan adil sebagai alat transaksi nyata untuk manajemen aktivitas ekonomi modern, juga yang bersandar pada penegakan investasi sektor riil untuk memperluas pondasi produktifitas, bukan pada dasar investasi harta yang bertopang pada spekulasi dan menggunakan hal yang rusak.

Untuk melihat sistem ekonomi kapitalis, kita lihat apa yang dikatakan ekonom Amerika, Simons, bahwa krisis ekonomi dunia yang dahsyat pada tahun 1930 lalu, bersumber pada “perubahan kepercayaan yang tumbuh dari sistem kredit yang tidak stabil”, dan bahwasanya “ancaman bahaya spekulan ekonomi dapat masuk pada level besar jika tidak terlaksana kembali pada peminjaman, dan jika tidak terlaksana investasi-investasi seluruhnya dalam bentuk pendanaan nyata dengan kerjasama…”. Ini merupakan dosa besar riba di balik kejayaan ekonomi yang meliputi manusia.

Oleh karena itu, Dzat yang pengetahuannya adalah azali, dan Maha Lembut, Allah swt dan RasulNya telah mengumumkan perang terhadap para pengususng riba. Agar masyarakat bersih dan menjauhinya. Allah swt berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan , maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat , maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya. Dan jika dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan tiu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (al-Baqarah: 278-280)www.eramuslim.com

No comments:

Post a Comment